BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Fenomena maraknya tindakan kriminal di Indonesia mulai
berkembang pada saat ekonomi semakin sulit dan angka pengangguran semakin
tinggi. Akibatnya kelompok masyarakat usia kerja mulai mencari cara untuk
mendapatkan penghasilan, biasanya melalui pemerasan dalam bentuk penyediaan
jasa yang sebenarnya tidak dibutuhkan. Suburnya tindakan kriminal di Indonesia
tidak dapat dilepaskan dari peranan penguasa juga. Di masa lalu, para preman
terkesan diorganisir oleh kekuatan tertentu untuk kemudian memberikan
kontribusi bagi aman dan langgengnya kekuasaan. Sebagai kompensasi para preman
diberikan kebebasan untuk menjalankan aksinya tanpa takut diperlakukan keras
oleh negara dan mungkin hal ini masih terjadi.
Dahulu tindakan kriminal yang dilakukan oleh preman identik dengan tindakan kekerasan fisik namun dengan seiring perubahan jaman maka preman juga mengalami perubahan modus dalam melakukuan tindakan kriminalnya yaitu dengan cara psikologis atau kejahatan secara halus tanpa melukai fisik korban, dengan cara ini preman dapat mengurangi resiko dalam melakukan tindakan kriminalnya. Namun tidak dipungkiri hingga saat ini kekerasan yang dilakukan oleh preman masih dilakukan dan masih banyak lagi seseorang atau kelompok yang melakukan tindakan kriminal selain preman.
B. Identifikasi
Masalah
Berdasarkan
judul di atas, dapat di identifikasikan masalah pada :
¨ Faktor-faktor pemicu tindakan kriminal dan
kekerasan
¨ Dampak dari tindakan kriminal dan kekerasan
¨ Ruang lingkup tindakan kriminal
¨ Solusi penyelesaian masalah
C. Tujuan Dan Manfaat
Tujuan
dari makalah ini adalah agar masyarakat lebih mewaspadai kejahatan yang sering
terjadi di suatu tempat maupun di lingkungan sekitar kita.
Manfaat dari makalah ini adalah agar dapat digunakan sebagai tambahan informasi dan sumber
bagi pihak yang berkompeten terhadap masalah yang dibahas, dan makalah ini diharapkan dapat memberikan kontribusi sebagai
sumber ilmiah.
D.
Batasan
Masalah
Dalam makalah ini hanya membatasi pada masalah
faktor-faktor yang memicu terjadinya tindakan kriminal
dan dampaknya terhadap masyarakat, serta tindak kekerasan dalam kriminal. Hal
ini dikarenakan hanya melakukan studi lapangan (wawancara dan observasi)
terhadap pihak yang terkait untuk mengetahui hal-hal tersebut.
BAB II
LANDASAN TEORI
1. Pengertian
Fenomena
Akhir-akhir ini, masyarakat
cenderung memiliki fenomena bahwa tindakan membalas tindak kriminal atau
kekerasan dengan cara yang sama (balas dendam) merupakan sesuatu yang benar.
Tampaknya, secara perlahan namun pasti, tindakan melakukan balas dendam
terhadap para pelaku kejahatan tersebut mengalami proses ke arah legalitas.
Menurut beberapa warga masyarakat
fenomena ini merupakan ketidakpercayaan terhadap aparat keamanan telah
terakumulasi sekian lama. Buktinya, tidak satu pun korban pencurian sepeda
motor misalnya, yang berharap miliknya kembali setelah melapor ke polisi.
Begitu banyak kriminal seperti kasus pencurian sepeda motor, tetapi terlalu
sedikit pelaku yang dibekuk aparat. Oleh karena itu, apabila salah seorang
pencuri tertangkap basah, siapa pun apalagi dalam bentuk kerumunan massa akan
melampiaskan kejengkelannya dengan berbagai cara, sekadar ikut memukul dengan
benda keras, sampai mencari ban-ban bekas untuk membakar si pelaku.
2.
Pengertian
Kriminalitas
Menurut Wikipedia
bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas. Kriminalitas
atau tindak kriminal segala
sesuatu yang melanggar hukum
atau sebuah tindak kejahatan.
Pelaku kriminalitas disebut seorang kriminal.
Biasanya yang dianggap kriminal adalah seorang preman, pencuri, pembunuh,
perampok,
atau teroris.
Walaupun begitu kategori
terakhir, teroris, agak berbeda dari kriminal karena melakukan tindak
kejahatannya berdasarkan motif politik
atau paham.
Selama kesalahan seorang kriminal belum ditetapkan oleh seorang hakim, maka orang ini
disebut seorang terdakwa. Sebab ini merupakan
asas dasar sebuah negara hukum: seseorang tetap tidak bersalah sebelum
kesalahannya terbukti. Pelaku tindak
kriminal yang dinyatakan bersalah oleh pengadilan dan harus menjalani hukuman
disebut sebagai terpidana atau narapidana.
Dalam mendefinisikan kejahatan, ada beberapa pandangan mengenai perbuatan
apakah yang dapat dikatakan sebagai kejahatan. Definisi kejahatan dalam pengertian
yuridis
tidak sama dengan pengertian kejahatan dalam kriminologi
yang dipandang secara sosiologis.
3.
Pengertian
Kekerasan
Menurut Wikipedia bahasa
Indonesia, ensiklopedia bebas. Kekerasan
(Violence
berasal dari bahasa Latin violentus yang berasal
dari kata vī atau vīs berarti kekuasaan atau berkuasa) adalah dalam prinsip
dasar dalam hukum
publik dan privat Romawi
yang merupakan sebuah ekspresi baik yang dilakukan secara fisik ataupun secara verbal yang
mencerminkan pada tindakan agresi dan penyerangan pada kebebasan atau martabat seseorang
yang dapat dilakukan oleh perorangan atau sekelompok orang umumnya berkaitan
dengan kewenangannya yakni bila
diterjemahkan secara bebas dapat diartinya bahwa semua kewenangan tanpa
mengindahkan keabsahan penggunaan atau tindakan kesewenang-wenangan itu dapat
pula dimasukan dalam rumusan kekerasan ini.
Melihat maraknya kekerasan akhir-akhir ini dipengaruhi oleh banyaknya
orang yang mengalami ketertindasan akibat krisis berkepanjangan. Aksi itu juga
dipicu oleh lemahnya kontrol sosial yang tidak diikuti dengan langkah penegakkan
hukum. Ini, kata Imam, ditanggapi secara keliru oleh para pelaku tindak
kejahatan. Kesan tersebut seolah message (tanda) yang diterjemahkan bahwa hal
yang terjadi akhir-akhir ini, lebih membolehkan untuk melakukan
tindakan-tindakan tersebut. Sementara itu pada saat kontrol sosial melemah,
juga terjadi demoralisasi pihak petugas yang mestinya menjaga keamanan. Aparat
yang harusnya menjaga keamanan, justru melakukan tindak pelanggaran. Masyarakat
pun kemudian melihat bahwa hukum telah jatuh. Pada saat yang sama masyarakat
belum atau tidak melihat adanya upaya yang berarti dari aparat keamanan sendiri
untuk mengembalikan citra yang telah jatuh tersebut.
Sosiolog lain, Sardjono Djatiman dalam memperkirakan masyarakat sudah
tidak percaya lagi kepada hukum, sistem, dan aparatnya. Ketidakpercayaan itu
sudah terakumulasi sedemikian lama, karena ketidakadilan telah menjadi tontonan
masyarakat sehari-hari. Mereka yang selama ini diam, tiba-tiba memberontak.
Ketika negara yang mewakili masyarakat sudah tidak dipercaya lagi, maka
masyarakatlah yang akan mengambil alih kendali hukum. Tentunya dengan cara
mereka sendiri.
4.
Keragaman
Jenis dan Definisi Kekerasan
a.
Kekerasan
yang dilakukan perorangan
Perlakuan kekerasan dengan menggunakan fisik
(kekerasan seksual), verbal (termasuk menghina), psikologis (pelecehan), oleh
seseorang dalam lingkup lingkungannya.
b.
Kekerasan
yang dilakukan oleh negara atau kelompok
Menurut Max Weber didefinisikan sebagai
"monopoli, legitimasi untuk melakukan kekerasan secara sah" yakni dengan
alasan untuk melaksanakan putusan pengadilan, menjaga ketertiban umum atau
dalam keadaan perang yang dapat berubah menjadi semacam perbuatanan terorisme
yang dilakukan oleh negara atau kelompok yang dapat menjadi salah satu bentuk
kekerasan ekstrem (antara lain, genosida, dll.).
c.
Tindakan
kekerasan yang tercantum dalam hukum publik
Yakni tindakan kekerasan yang diancam oleh hukum
pidana (sosial, ekonomi atau psikologis (skizofrenia, dll.)).
d.
Kekerasan
dalam politik
Umumnya pada setiap tindakan kekerasan tersebut
dengan suatu klaim legitimasi bahwa mereka dapat melakukannya dengan mengatas
namakan suatu tujuan politik (revolusi, perlawanan terhadap penindasan, hak
untuk memberontak atau alasan pembunuhan terhadap raja lalim walaupun tindakan
kekerasan dapat dibenarkan dalam teori hukum untuk pembelaan diri atau oleh
doktrin hukum dalam kasus perlawanan terhadap penindasan di bawah tirani dalam
doktrin hak asasi manusia.
e.
Kekerasan
simbolik
(Bourdieu, Theory of symbolic power)
merupakan tindakan kekerasan yang tak terlihat atau
kekerasan secara struktural dan kultural (Johan Galtung, Cultural Violence) dalam beberapa
kasus dapat pula merupakan fenomena dalam penciptaan stigmatisasi.
Kekerasan antara lain dapat pula berupa pelanggaran
(penyiksaan,
pemerkosaan,
pemukulan,
dll.) yang menyebabkan atau dimaksudkan untuk menyebabkan penderitaan atau
menyakiti orang lain, dan - hingga batas tertentu - kepada binatang dan
harta-benda. Istilah "kekerasan" juga berkonotasi kecenderungan
agresif untuk melakukan perilaku yang merusak.
BAB
III
PENUTUP
I.
Kesimpulan
Berdasarkan
pada seluruh kegiatan penelitian yang dilakukan oleh penulis mengenai fenomena
tindakan criminal dan kekerasan dan berdasarkan hasil pembahasan yang telah
dikemukan pada bab-bab sebelumnya, maka penulis mencoba menarik kesimpulan
sebagai berikut :
·
Faktor
utama terjadinya dalam fenomena tindakan
kriminal dan kekerasan akibat faktor ekonomi dalam memenuhi kebutuhan
·
Pelaku
tindak kriminal dan kekerasan dapat terjadi dimana saja dan oleh siapa saja
·
Tindakan
kriminal dan kekerasan sangatlah berdampak negatif pada kelangsungan kehidupan
di masyarakat bahkan suatu negara
·
Fenomena
tindakan kriminal dan kekerasan dapat dicegah dan dapat diselesaikan.
II.
Saran
Dari hasil analisa
yang dilakukan penulis pada bab-bab sebelumnya serta kesimpulan diatas maka
penulis mencoba untuk memberikan saran atau bahan masukan yang mungkin dapat
bermanfaat :
·
Untuk
mencegah terjadinya tindak kriminal sebaiknya memberikan pendidikan dan
pemberitahuan sejak dini oleh lingkungan di dalam rumah maupun di luar rumah
tentang tindakan kriminal dan kekerasan memberikan efek negatif
·
Memberikan
pelatihan atau kursus bagi para pelaku tindakan kriminal dan kekerasan agar
memiliki ilmu yang dapat digunakan untuk bekerja atau berwiraswatsa
·
Bagi
para penegak hukum agar memberikan sanksi hukum yang tegas dan adil kepada para
pelaku kriminal dan kekerasan tanpa pandang bulu atau derajat untuk memberi
efek jera
KELOMPOK 8 :
Irwanto : 310109021125
Irwanto : 310109021125
Julkepli : 310109021234
Subhanallah penjelasan yang cukup lengkap tentang fenomena kriminalitas di Indonesia.. Makasih
BalasHapus